Posted by : Nur'aini
Minggu, 15 Oktober 2017
“ LARANGAN MENIMBUN DAN MONOPOLI ”
Dosen pengampu: Dr. H.
Subki, M.Pd.I
DISUSUN OLEH :
Nama
:
RATNI JULIANI
NIM :
160.107.140
Semester/
Kelas :
II/TBI-D
TADRIS BAHASA INGGRIS
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
(FITK)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan Makalah
ini dengan baik.Shalawat serta salam selalu kami limpahkan kepada junjungan
kami Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya,atas jasa beliau
kita bisa merasakan perubahan dunia dari yang gelap menjadi terang , dan masih
bisa mengenyam pendidikan hingga saat ini.
Ucapan terima kasih saya berikan
kepada Bapak subkiselaku dosen pengampu
yang telah membimbing ,teman-teman kelas TBi-D yang turut memberi
motivasi, dan tak lupa kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Saya menyusun Makalah yang bertema LARANGAN
MENIMBUN DAN MONOPOLI ini dengan tujuan supaya pembaca mengetahui bagaimana
larangan menimbun dan monopoli tersebut, supaya kita sebagai makhluk Allah swt
tidak semena-mena dalam memperjualkan suatu barang .
Di dunia ini tidak ada yang
sempurna, oleh karena itu kami memohon maaf apabila dalam Makalah ini terdapat kesalahan yang tidak disengaja.
Dan saya mengharap kritik dan saran dari pembaca, agar saya dapat menjadi lebih
baik lagi dan makalah ini bisa lebih sempurna dan lebih bermanfaat bagi
pendidikan kami khususnya dan pembaca umumnya.
Mataram, Mei 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar
Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah .................................................................................. 1
C. Tujuan
Penulis ........................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 2
A. Larangan
Menimbun dan Monopoli........................................................ 2
B. Larangan
Terhadap Tengkulak................................................................ 5
C. Larangan
Menimbun Barang Kebutuhan Pokok..................................... 7
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 10
A. Kesimpulan
............................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ditengah
krisis ekonomi yang berkepanjangan yang menimpa negara Indonesia, khususnya
umat Islam, banyak sekali orang-orang yang ingin memperoleh keuntungan dengan
jalan yang tidak halal, yaitu tidak sesuai dengan peraturan-peraturan dalam
Islam. Misalnya saja, masalah penimbunan barang pokok telah banyak sekali
terjadi karena ingin mempeoleh keutnngan yang lebih untuk pribadinya sendiri,
sedangkan orang-orang yang berada di kalangan bawah menjadi rugi karenanya. Oleh
karena itu, banyak sekali penguasa yang mengeruk keutnungannya dengan cara
ihtikar (penimbunan) khususnya makanan pokok, jenis sekali ini sangat
menguntungkan mereka karena dengan menimbun barang pokok tersebut. Mereka
memaksa masyarakat untuk membeli dengan harga 2 kali lipat, karena barang yang
ada di pasaran sudah habis dan para konsumen mau tidak mau harus membelinya
dari mereka. Oleh karenanya, ihtikar sangat dilarang oleh agama Islam karena
sangat merugikan orang-orang kecil dan hukumnya berdosa.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
Larangan Menimbun dan Monopoli
2. Bagaimana
Larangan terhadap Tengkulak
3. Bagaimana
Larangan Menimbun Barang Kebutuhan pokok
C.
Tujuan Masalah
1. Untuk
mengetahui Larangan menimbun dan monopoli
2. Untuk
mengetahui Larangan terhadap tengkulak
3. Untuk
mengetahui Larangan menimbun barang kebutuhan pokok
BAB II
PEMBAHASAN
A.
LARANGAN MENIMBUN DAN MONOPOLI
Hadits :
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَقَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
إِبْرَاهِيمَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ مَعْمَرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ نَافِعِ بْنِ نَضْلَةَ الْعَدَوِيِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَحْتَكِرُ إِلَّا خَاطِئٌ مَرَّتَيْنِ
(Darimi - 2431) Telah
menceritakan kepada kami Ahmad bin Khalid telah menceritakan kepada
kami Muhammad bin Ishaq dari Muhammad bin Ibrahim dari Sa'id bin Al
Musayyab dari Ma'mar bin Abdullah bin Nafi' bin Nadhlah Al 'Adawi, ia
berkata; Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tidak menimbun kecuali ia akan
berdosa."
Menimbun /
memonopoli adalah tindakan menyimpan harta, manfaat atau jasa dan enggan
menjual dan memberikannya kepada orang lain, yang mengakibatkan melonjaknya
harga pasar secara drastis disebabkan persediaan terbatas atau stok barang
hilang sama sekali dari pasar, sedangkan masyarakat, Negara atau pun hewan
memerlukan produk, manfaat atau jasa tersebut secara esensi definisi diatas
sama , dan dapat difahami bahwa ikhtikar
(penimbunan).yaitu[1]:
1.
Membeli barang ketika harga mahal.
2.
Menyimpan barang tersebut sehingga
kurang persediaannya di pasar.
3.
Kurangnya persediaan barang membuat
permintaan naik dan harga juga naik.
4.
Penimbun menjual barang yang di
tahannya ketika harga telah melonjak.
5.
Penimbunan barang menyebabkan
rusaknya mekanisme pasar.
Hukum Monopoli
Para ulama
berbeda pendapat tentang hokum monopoli (ihtikar), dengan perincian sebagai
berikut:
1.
Haram secara mutlak (tidak
dikhususkan bahan makanan saja), hal ini didasari oleh sabda Rasulullah saw :
مَنِ احْتَكَرَ فَهُوَ خَاطِئٌ
Barangsiapa
menimbun maka dia telah berbuat dosa. (HR. Muslim 1605)
Menimbun yang diharamkan menurut kebanyakan ulama
fikih bila memenuhi tiga kriteria[2]:
a. Barang yang ditimbun
melebihi kebutuhannya dan kebutuhan keluarga untuk masa satu tahun penuh.Kita
hanya boleh menyimpan barang untuk keperluan kurang dari satu tahun sebagaimana
pernah dilakukan Rasulullah SAW.
b. Menimbun untuk
dijual, kemudian pada waktu harganya membumbung tinggi dan kebutuhan rakyat
sudah mendesak baru dijual sehingga terpaksa rakyat membelinya dengan harga
mahal.
c. Yang ditimbun (dimonopoli)
ialah kebutuhan pokok rakyat seperti pangan, sandang dan lain-lain. Apabila
bahan-bahan lainnya ada di tangan banyak pedagang, tetatpi tidak termasuk bahan
pokok kebutuhan rakyat dan tidak merugikan rakyat. maka itu tidak termasukmenimbun.
2.
Makruh secara mutlak, Dengan alasan
bahwa larangan Nabi SAW berkaitan dengan ikhtikaradalah terbatas kepada hukum
makruh saja, lantaran hanya sebagai peringatan bagi umatnya.
3.
Haram apabila berupa bahan makanan
saja, adapun selain bahan makanan, maka dibolehkan, dengan alasan hadits
riwayat Muslim di atas, dengan melanjutkan riwayat tersebut yang dhohirnya membolehkan
ihtikar selain bahan makanan, sebagaimana riwayat lengkapnya,
Nabi SAW bersabda :
Nabi SAW bersabda :
مَنِ احْتَكَرَ فَهُوَ خَاطِئٌ فَقِيلَ لِسَعِيدٍ
فَإِنَّكَ تَحْتَكِرُ قَالَ سَعِيدٌ إِنَّ مَعْمَرًا الَّذِي كَانَ يُحَدِّثُ
هَذَا الْحَدِيثَ كَانَ يَحْتَكِرُ
Barangsiapa menimbun maka dia telah berbuat dosa. Lalu
Sa'id ditanya,
"Kenapa engkau
lakukan ihtikar?" Sa'id menjawab, "Sesungguhnya Ma'mar yang
meriwayatkan hadits ini telah melakukan ihtikar!' (HR. Muslim 1605)
Imam Ibnu
Abdil Bar mengatakan: "Kedua orang ini (Said bin Musayyab dan Ma'mar
(perowi hadits) hanya menyimpan minyak, karena keduanya memahami bahwa yang
dilarang adalah khusus bahan makanan ketika sangat dibutuhkan saja, dan tidak
mungkin bagi seorang sahabat mulia yang merowikan hadits dari Nabi SAW dan
seorang tabi'in [mulia] yang bernama Said bin
Musayyab,
setelah mereka meriwayatkan hadits larangan ihtikar lalu mereka menyelisihinya
(ini menunjukkan bahwa yang dilarang hanyalah bahan makanan saja).
4.
Haram ihtikar disebagian tempat
saja, seperti di kota Makkah dan Madinah, sedangkan tempat-tempat lainnya, maka
dibolehkan ihtikar di dalamnya, hal ini lantaran Makkah dan Madinah adalah dua
kota yang terbatas lingkupnya, sehingga apabila ada yang melakukan ihtikar
salah satu barang kebutuhan manusia, maka perekonomian mereka akan terganggu
dan mereka akan kesulitan mendapatkan barang yang dibutuhkan, sedangkan
tempat-tempat lain yang luas, apabila ada yang menimbun barang dagangannya,
maka biasanya tidak mempengaruhi perekonomian manusia, sehingga tidak dilarang
ihtikar di dalamnya.
5.
Boleh ihtikar secara mutlak, Mereka
menjadikan hadits-hadits Nabi SAW yang memerintahkan orang yang membeli bahan
makanan untuk membawanya ke tempat tinggalnya terlebih dahulu sebelum
menjualnya kembali sebagai dalil dibolehkahnya ihtikar, seperti dalam hadits:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
رَأَيْتُ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ الطَّعَامَ مُجَازَفَةً عَلَى عَهْدِ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَوْنَ أَنْ يَبِيعُوهُ حَتَّى
يُؤْوُوهُ إِلَى رِحَالِـهِمْ
Dari Ibnu Umar r.a. beliau berkata: "Aku melihat orang-orang yang
membeli bahan makanan dengan tanpa ditimbang pada zaman Rosulullah SAW mereka
dilarang menjualnya kecuali harus mengangkutnya ke tempat tinggal mereka
terlebih dahulu." (HR. Bukhori 2131, dan Muslim 5/8).
B. LARANGAN TERHADAP
TENGKULAK
عَنْ
طَاوُسٍ، عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا تَلَقَّوْا اَلرُّكْبَانَ، وَلَا
يَبِيعُ حَاضِرٌ لِبَادٍ» قُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ: مَا قَوْلُهُ: «وَلَا يَبِيعُ
حَاضِرٌ لِبَادٍ»؟ قَالَ: لَا يَكُونُ لَهُ سِمْسَارًا. ﴿مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ﴾.
Terjemah : Dari Ţāwus dari tentang Ibnu ‘Abbas
rađiyaLlāhu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah şallaLlāhu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Janganlah kalian songsong (cegat) kafilah dagang (sebelum mereka
sampai di pasar) dan janganlah orang kota menjual kepada orang desa”. Aku
bertanya kepada Ibnu ‘Abbas rađiyaLlāhu ‘anhuma: “Apa arti sabda Beliau; “dan
janganlah orang kota menjual untuk orang desa”. Dia menjawab: “Janganlah
seseorang jadi perantara (broker, calo) bagi orang kota”. (Şaĥīĥ al-Bukhāriy
ĥadīś no. 2013)
Penjelasan Hadits :
Masyarakat
Arab banyak yang mata pencariannya sebagai pedagang. Mereka berdagang ke
negeri-negeri tetangga. Ketika mereka kembali, mereka membawa barang-barang
yang sangat dibutuhkan oleh penduduk Mekkah.Ada juga pedagang asing yang sengaja datang ke mekkah atau kota lainnya
di arab untuk memperdagangkan barang-barang mereka kepada penduduk
mekkah.Mereka datang bersama-sama dalam suatu rombongan besar yang disebut
kafilah. Penduduk arab berebut untuk mendapatkan barang dagangannya,karena
harga barang tersebut harganya murah dan mereka merupakan pedagang pertama.Akan
tetapi penduduk sering kali tidak mendapatkan barang secara langsung karena itu banyak tengkulak atau makelar mencegat rombongan tersebut di tengah jalan atau memborong barang yang dibawa oleh mereka.Mereka memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mendapatkan keuntungan besar dengan menjualnya kembali dengan harga yang sangat mahal. Membeli barang dagangan sebelum sampai dipasar atau mencegatnya di tengah jalan merupakan jual beli yang terlarang didalam agama islam.Dengan uraian diatas kita dapat simpulkan bahwa bahwa larangan terhadap tengkulak itu disebabkan karena sifat keegoisan dan kelicikan seorang makelar terhadap penjual pertama atas barang dagangan. Dengan keegoisannya dan kelicikannya seorang makelar membeli barang dagangan tersebut dengan harga murah dan menjualnya dengan harga mahal. Sehingga dapat menimbulkan harga barang dagangan mahal yang bisa meresahkan sebagian masyarakat[3].
tetapi penduduk sering kali tidak mendapatkan barang secara langsung karena itu banyak tengkulak atau makelar mencegat rombongan tersebut di tengah jalan atau memborong barang yang dibawa oleh mereka.Mereka memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mendapatkan keuntungan besar dengan menjualnya kembali dengan harga yang sangat mahal. Membeli barang dagangan sebelum sampai dipasar atau mencegatnya di tengah jalan merupakan jual beli yang terlarang didalam agama islam.Dengan uraian diatas kita dapat simpulkan bahwa bahwa larangan terhadap tengkulak itu disebabkan karena sifat keegoisan dan kelicikan seorang makelar terhadap penjual pertama atas barang dagangan. Dengan keegoisannya dan kelicikannya seorang makelar membeli barang dagangan tersebut dengan harga murah dan menjualnya dengan harga mahal. Sehingga dapat menimbulkan harga barang dagangan mahal yang bisa meresahkan sebagian masyarakat[3].
Adapun
perantara, perantara merupakan penafsiran dari Ibnu Abbas dari kata hadiru libad, yakni penduduk kota
menjadi perantara bagi penduduk desa. Dengan kata lain, menjualkan barang dengan mengambil keuntungan atau
bayaran. Namun apabila perantara tidak mengambil keuntungan
atau bayaran, hal tersebut dibolehkan secara mutlak, bahkan orang tersebut
telah melakukan kebaikan kepada penduduk. Adapun tujuan para tengkulak menjadi
perantara adalah untuk mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya, dengan
membodohi penduduk desa yang tidak tahu harga sebenarnya dan menjual barang
tersebutdengan harga yang sangat tinggi sesuai keinginan mereka. Tentu saja
perbuatan tersebut dilarang oleh islam karena sangat memudaratkan. Tapi, Berbeda
hukumnya bila perantara betul-betul berusaha menolong penduduk yang tidak dapat
membeli langsung dari pasar atau dari para kafilah[4].
Barang-barang
tersebut tidak akan sampai ketangan penduduk jika tidak melalui
tengkulak(perantara).perantara seperti itu dibolehkan,bahkan ia menjadi
penolong bagi orang-orang yang tidak mampu kekota untuk pergi membeli barang. Perantara
seperti itu dibolehkan, bahkan sangat dianjurkan. Tetapi, harganya jangan
sampai mencekik penduduk dan lebih baik lagi jika tidak mengambil keuntungan
namun, mengambil keuntungan sedikit atau sekadarnya saja juga diperbolehkan
dalam Islam. perantara seperti itu dikategorikan sebagai pedagang yang
diperoleh dalam islam,bahkan kalau jujur dan bersih,mereka telah melakukan
pekerjaan yang paling baik.
C.
LARANGAN
MENIMBUN BARANG KEBUTUHAN POKOK
Hadits :
عَنْ مَعْمَرِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ رَضِيَ اَللَّهُ
عَنْهُ، عَنْ رَسُولِ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «لَا
يَحْتَكِرُ إِلَّا خَاطِئٌ». ﴿رَوَاهُ مُسْلِم﴾
Dari Ma’mar bin Abdullah rađiyaLlāhu ‘anhu tentang Rasulullah şallaLlāhu
‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Tidaklah orang yang menimbun barang,
melainkan ia berdosa karenanya.” (Şaĥīĥ Muslim ĥadīś no. 3013).
Menimbun
yang diharamkan oleh Islam ialah, menumpuk kebutuhan-kebutuhan pokok manusia,
dan tidak menjualnya sambil menunggu sampai harga barang di pasaran menjadi
naik. Dengan disekapnya kebutuhan-kebutuhan pokok itu, maka barang-barang
tersebut hilang diperedaran, padahall rakyat sangat membutuhkannya[5].
Setelah situasi sudah sampai ketaraf ini, maka para penimbun dan
tengkulak-tengkulak akan menjual barang-barangnya dengan harga tinggi. Tentu
saja, akibat ulah mereka, maka beban yang harus dipikul oleh rakyat makin
bertambah. Oleh karena itu,
islam mengharamkan perbuatan ini, dan perdagangan semacam ini tidak dihalalkan
menurut pandangan islam.
– Hadits Umara dari Nabi SAW
مَنْ احْتَكَرَعَلى لمُسْلِمِيْنَ
طَعَامُهُمْ ضَرَبَهُ اللهُ بِل اجُذامِ وَالاِ فْلاَ سِ
Artinya:
“Siapa menimbun makanan kaum muslimin, niscaya Allah akan menimpakan penyakit dan kebangkrutan kepadanya.”
“Siapa menimbun makanan kaum muslimin, niscaya Allah akan menimpakan penyakit dan kebangkrutan kepadanya.”
– Diriwayatkan
Ibnu Majah dengan Sanad Hasan
اَجَالْ لِبُ مَرْزُوْقُ
وَالمُحْتَكِرُمَلْعُوْنُ
“orang yang
mendatangkan barang akan diberi rezeki dan orang yang menimbun akan dilaknat”
– Al-Hakim
meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi SAW
مَنِ احْتَكَرَحُكْرَة ًيُرِيْدُأنْ
يُغَالِيَ بِهَاعَلَى ا لمُسْلِمِيْنَ فَهُوَخَطِئَُ
Artinya:
“Barang siapa yang menimbun barang terhadap kaum muslimin agar harganya menjadi mahal, maka ia telah melakukan dosa.”
“Barang siapa yang menimbun barang terhadap kaum muslimin agar harganya menjadi mahal, maka ia telah melakukan dosa.”
Akibat dari
menimbun,keseimbangan pemerataan akan kacau dalam tubuh masyarakat, karena para
tengkulak terus menyedot sebagian besar kekayaan
rakyat tanpa mengenal belas kasihan. Sebagai akibatnya maka harga barang-barang dipasaran mengalami kenaikan drastis, dan keadaan pasaran menjadi guncang karena tidak adanya stabilitas harga barang-barang. Yang menjadi korban utama adalah kaum fakir miskin. Mereka tak dapat meraih kebutuhan-kebutuhan pokoknya disebabkan kemampuan daya beli mereka yang terbatas. Hal ini tidak akan bisa terjadi, seandainya tidak ada para tengkulak yang memborong semua kebutuhan-kebutuhan pokok, dan mencegahnya dari peredaran[6].
rakyat tanpa mengenal belas kasihan. Sebagai akibatnya maka harga barang-barang dipasaran mengalami kenaikan drastis, dan keadaan pasaran menjadi guncang karena tidak adanya stabilitas harga barang-barang. Yang menjadi korban utama adalah kaum fakir miskin. Mereka tak dapat meraih kebutuhan-kebutuhan pokoknya disebabkan kemampuan daya beli mereka yang terbatas. Hal ini tidak akan bisa terjadi, seandainya tidak ada para tengkulak yang memborong semua kebutuhan-kebutuhan pokok, dan mencegahnya dari peredaran[6].
Hadits Nabi
SAW :
أَخْبَرَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ عَنْ إِسْرَائِيلَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ سَالِمٍ عَنْ عَلِيِّ
بْنِ زَيْدِ بْنِ جُدْعَانَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ عُمَرَ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْجَالِبُ مَرْزُوقٌ
وَالْمُحْتَكِرُ مَلْعُونٌ
(Darimi - 2432) Telah
mengabarkan kepada kami Muhammad bin Yusuf dari Israil dari Ali bin
Salim dari Ali bin Zaid bin Jud'an dari Sa'id bin Al Musayyab dari Umar
dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Semoga
seorang Importir akan mendapatkan rizqi dan orang yang menimbun
semoga dilaknat."
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Membeli barang dagangan sebelum
sampai dipasar atau mencegatnya di tengah jalan merupakan jual beli yang
terlarang didalam agama islam.
2.
Menimbun atau memonopoli adalah tindakan
membeli barang dalam jumlah yang banyak kemudian menyimpannya dengan tujuan
untuk menjualnya kembali dengan harga tinggi kepada penduduk ketika mereka
sangat membutuhkannya pada saat barang susah untuk ditemukan, sehingga penimbun
mendapatkan keuntungan yang berlipat.
3.
Monopoli yang haram, yaitu monopoli
pada makanan pokok masyarakat.
4.
Monopoli yang diperbolehkkan, yaitu
pada suatu yang bukan kepentingan umum, seperti: minyak, lauk pauk, madu,
pakaian, hewan ternak, pakan hewan.
5.
Penimbunan itu dilakukan pada saat
manusia sangat membutuhkannya, mislanya makanan, pakaian, dan lain-lain. Dengan
demikian. Penimbunan barang-barang yang tidak dibutuhkan oleh konsumen, hal itu
tidak dianggap sebagai penimbunan, karena tidak mengakibatkan kesulitan pada
manusia.
Tetapi menurut pendapat fuqaha, dikalangan madzhab Hanafiyah, bahwa penimbunan barang dagangan hukumnya makruh dengan pertimbangan apabila penimbunan tersebut diperbolehkan karena demi kemaslahatan umat.
Tetapi menurut pendapat fuqaha, dikalangan madzhab Hanafiyah, bahwa penimbunan barang dagangan hukumnya makruh dengan pertimbangan apabila penimbunan tersebut diperbolehkan karena demi kemaslahatan umat.
DAFTAR PUSTAKA
Chuzaimah T.yanggo,HA.Hafiz Anshary. problematika hukum islam kontemporer.
jakarta:LSIA:1997
[2]Ibidh
[3]Chuzaimah T.yanggo,HA.Hafiz Anshary.
problematika hukum islam kontemporer.
jakarta: hlm.10
[4]http://ayuuanggrainii.blogspot.co.id/2015/05/larangan-monopoli-dan-menimbun_31.html.
Rabo,21
Maret 2017. pukul 19.10
Selasa,20 Maret 2017 . pukul 11.10
[6]http://nazrianianaz.blogspot.co.id/2015/06/hadis-larangan-menimbun-dan-monopoli.html
Selasa,20
Maret 2017 . Pukul 22.11