Posted by : Nur'aini
Minggu, 29 Oktober 2017
MAKALAH
Aljabar
Linier-Vektor dan Matriks
(Tentang Vektor dan Matriks)
DI
SUSUN OLEH :
NUR’AINI : 160103069
DOSEN
PENGAMPU : Drs, H Idris M.Pd.i
KELAS : IC
JURUSAN
TADRIS MATEMATIKA
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI (UIN)
MATARAM
2017
Kata pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya
dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Mataram,
30 oktober 2017
ttd
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Banyak orang yang beranggapan bahwa Matematika itu rumit,
karena alasan itulah banyak orang yang menghindari Matematika. Padahal
Matematika dapat kita jumpai di dalam kehidupan sehari-hari, dan mau tidak mau
kita pasti menggunakan Matematika. Oleh karena itu kami membuat makalah ini
dengan maksud membantu pemahaman masyarakat agar mereka tidak menilai Matematika
adalah sesuatu yang buruk.
1.2
TUJUAN
Makalah ini dibuat dengan tujuan utama untuk memenuhi tugas
mata kuliah Aljabar Linear, yang diberikan oleh dosen kami Ibu Sri Weda
Mahendra, ST, MM. Dan tujuan berikutnya adalah sebagai sumber informasi yang
saya harapkan bermanfaat dan dapat menambah wawasan para pembaca makalah ini.
BAB II
SISTEM
PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS
2.1
SISTEM PERSAMAAN LINIER
Definisi : Suatu sistem yang memiliki m
persamaan dan n variabel.
( Bilangan yang tidak diketahui ).
|
SPL
mempunyai m persamaan dan n variable.
Matris yang diperbesar (augmented
matrix)
Contoh :
Solusi ( Pemecahan ) SPL, di bagi menjadi 2, yaitu :
1.
Konsisten
·
Solusi Tunggal
·
Solusi Banyak
2.
Tidak Konsisten
Contoh : Solusi Banyak
g1 = 2x - 3y = 6
g2 = 2x – 3y =6
m < n
Contoh : Tidak Konsisten
0
=
Konstanta
2.2
MATRIKS DAN OPERASI MATRIKS
Matriks
Matriks adalah susunan segi empat
siku-siku dari bilangan-bilangan. Bilangan-bilangan dalam susunan tersebut
dinamakan entri dalam matriks.
Operasi
Matriks
1.
Penjumlahan :
Definisi : jika A dan B adalah sebarang dua
matriks yang ukurannya sama, maka jumlah A + B adalah matriks yang di peroleh
dengan menambahkan bersama-sama entri yang bersesuaian dalam kedua matriks
tersebut. Matriks-matriks yang ukurannya berbeda tidak dapat di tambahkan.
A = , B =
A + B = + =
Contoh : A = , B = ,
C =
A + B =
Sedangkan A + C dan B +
C tidak di definisikan.
2.
Perkalian dengan konstanta
Definisi : Jka A adalah suatu matriks dan c
adalah scalar, maka hasil kali cA adalah matriks yang diperoleh dengan
mengalikan masing=masing entri dari A oleh c.
c =
Contoh : A = , maka 2A =
3.
Perkalian, dengan
syarat Am x n Bn x o = Cm x o
Definisi : Jika A adalah matriks m x r dan B
matriks r x n, maka hasil kali AB adalah matriks m x n yang entri- entrinya
ditentukan sebagai berikut. Untuk mencari entri dalam baris I dan kolom j dari
AB, pilihlah baris i dari matriks A dan kolom j dari matriks B. Kalikanlah
entri-entri yang bersesuaian dari baris dan kolom tersebut bersama-sama dan
kemudian tambahkanlah hasil kali yang dihasilkan.
A = , B =
AB = =
Contoh : A = , B =
AB =
Transpose
Definisi :
Jika A adalah sebarang matriks m x n, maka Transpos A dinyatakan oleh At
dan didefinisikan dengan matriks n x m yang kolom pertmanya adalah baris
pertama dari A, kolom keduanya adalah baris kedua dari A, demikian juaga dengan
kolom ketiga adalah baris ketiga dari A, dan seterusnya.
A = ® At =
Contoh : A = ® At =
2.3
ATURAN-ATURAN ILMU HITUNG MATRIKS
Walaupun banyak dari aturan-aturan ilmu hitung bilangan riil
berlaku juga untuk matriks, namun terdapat beberapa pengecualian. Salah satu
dari pengecualian yang terpenting terjadi dalam perkalian matriks. Untuk
bilangan-bilangan rill a dan b, kita selalu mempunyai ab = bayang
sering dinamakan hukum komutatif untuk
perkalian. Akan tetapi, untuk matriks-matriks, maka AB dan BA tidak perlu
sama.
Contoh 20
Tinjaulah
matriks-matriks
Dengan
mengalikannya maka akan memberikan
Jadi,
AB
≠ BA
Teorema 2. Dengan menganggap bahwa ukuran-ukuran matriks adalah sedemikian
sehingga operasi-operasi yang ditunjukkan dapat diperagakan, maka
aturan-aturan ilmu hitung matriks berikut akan shahih.
(a) A + B = B + A (Hukum
komutatif untuk penambahan)
(b) A + (B + C) = (A + B)
+ C (Hukum
asosiatif untuk penambahan)
(c) A(BC) = (AB)C (Hukum asosiatif untuk perkalian)
(d) A(B + C) = AB + AC (Hukum distributif)
(e) (B + C)A = BA + CA (Hukum distributif)
(f) A(B - C) = AB – AC
(g) (B - C)A = BA – CA
(h) a(B + C) = aB+ aC
(i) a(B - C) = aB – aC
(j) (a + b)C = aC + bC
(k) (a - b)C = aC – bC
(l) (ab)C = a(bC)
(m) a(BC) = (aB)C = B(aC)
|
Jadi, (AB)C = A(BC),
seperti yang dijamin oleh Teorema 2(c).
Teorema
3. Dengan menganggap bahwa ukuran-ukuran matriks adalah
sedemikian rupa sehingga operasi-operasi yang ditunjukkan dapat dikabulkan,
maka aturan-aturan ilmu hitung matriks yang berikut akan shahih.
(a)
A + 0 = 0 + A = A
(b)
A – A = 0
(c)
0 – A = -A
(d)
A0 = 0; 0A = 0
|
Teorema 4. Setiap
sistem persamaan linear tidak mempunyai pemecahan, persis satu pemecahan,
atau tak terhingga banyaknya pemecahan.
|
Bukti. Jika AX = B adalah sistem persamaan linear, maka persis satu dari antara
berikut akan benar: (a) sistem tersebut tidak mempunyai pemecahan, (b) sistem
tersebut mempunyai persis satu pemecahan, atau (c) sistem tersebut mempunyai
lebih dari satu pemecahan. Bukti tersebut akan lengkap jika kita dapat
memperlihatkan bahwa sistem tersebut mempunyai takhingga banyaknya pemecahan
dalam kasus (c).
Definisi. Jika A adalah matriks kuadrat,
dan jika kita dapat mencari matriks B sehingga
AB = BA = I, maka A dikatakan dapat dibalik (invertible) dan
B dinamakan invers (inverse) dari A.
|
Teorema 5. Jika
baik B maupun C adalah invers matriks A, maka B = C
|
Bukti. Karena B adalah invers A, maka BA = I. Dengan mengalikan kedua ruas
dari sebelah kanan dengan C maka akan
memberikan (BA)C = IC = I. Tetapi (BA)C = B(AC) = BI = B, sehingga B = C.
Contoh :
Tinjaulah matriks 2x2
Jika ad – bc ≠ 0, maka
Teorema 6. Jika A dan B adalah matriks-matriks yang dapat dibalik dan yang
ukurannya sama, maka
(a)
AB dapat dibalik
(b)
(AB) = B A
|
Sebuah hasil kali matriks yang
dapat dibalik selalu dapat dibalik, dan invers hasil kali tersebut adalah
hasil kali invers dalam urutan yang terbalik
|
Bukti. Jika kita dapat memperlihatkan bahwa
(AB)(A B ) = (B A )(AB)=I, maka kita telah secara
serempak membuktikan bahwa AB dapat dibalik dan bahwa (AB) = B
A .
Tetapi (AB)(B A ) = AIA = AA = I.
Demikian juga (B A )(AB) = I.
Contoh 27
Tinjaulah matriks-matriks
Dengan
menerapkan rumus yang diberikan dalam contoh 25, kita dapatkan
Maka,
(AB)-1 = B-1A
-1 seperti yang dijamin oleh Teorema
6.
Definisi. Jika A adalah sebuah matriks kuadrat, maka kita mendefinisikan
pangkat-pangkat bilangan bulat tak negative A menjadi
A0
= 1 An = AA….A (n > 0)
Akan
tetapi, jika A dapat dibalik, maka
kita mendefinisikan pangkat bilangan bulat negative menjadi
A-1
= (A-1)n = A-1 A-1 ….. A-1
|
Factor n
|
Teorema
berikut, yang kita nyatakan tanpa bukti, menunjukkan bahwa
Factor n
|
Teorema 7. Jika
A adalah matriks kuadrat dan r serta s adalah bilangan bulat, maka
Ar
As = Ar+s (Ar)s
= Ars
|
Hukum-hukum
yang sudah dikenal dari eksponen adalah shahih.
Teorema selanjutnya menetapkan
beberapa sifat tambahan yang berguna dari eksponen matriks tersebut.
Teorema 8. Jika A adalah sebuah matriks yang
dapat dibalik, maka:
a)
A-1 dapat dibalik dan (A-1)-1
= A
b)
An dapat dibalik dan (An)-1
= (A-1)n untuk n = 0,1,2,…..
c)
Untuk setiap skalar k yang taksama
dengan nol, maka kA dapat dibalik dan (kA)-1 = A-1
|
Bukti.
a.
Karena
AA-1 = A-1 A = I, maka
A-1 dapat dibalik dan (A-1)-1 = A.
b.
Jika
k adalah sebarang scalar yang taksama
dengan nol, maka hasil (l) dan (m) dari Teorema 2 akan memungkinkan
kita untuk menuliskan
(kA) =
Demikian juga (kA) = I
sehingga kA dapat dibalik dan (kA)-1 = .
Kita simpulkan bagian ini dengan
sebuah Teorema yang menyenaraikan sifat-sifat utama dari operasi transpose.
Teorema 9. Jika ukuran matriks seperti operasi yang diberikan dapat dilakukan,
maka
a.
(At)t = A
b.
(A+B)t = At + Bt
c.
(kA)t = kAt , dimana k adalah sebarang scalar.
d.
(AB)t = Bt At
|
Transpose
sebuah hasil kali matriks sama dengan hasil kali transposnya dalam urutan
kebalikannya.
|
2.4 MATRIKS ELEMENTER DAN
METODE UNTUK MENCARI A-1
Dibawah
ini kita daftarkan matriks elementer dan operasi-operasi yang menghasilkannya.
(i)
(ii) (iii)
(iv)
Kalikan
baris pertama dari I3 dengan
I
|
Ketika
baris kedua I2 dengan -3
|
Tambahkan
tiga kali baris ketiga dari I3
pada baris pertama
|
Pertukarkan
baris kedua dan baris keempat dari I4
|
Teorema
: Jika matriks elementer E dihasilkan dengan melakukan
sebuah operasi baris tertentu pada Im dan
jika A adalah matriks m x n, maka hasil kali EA adalah matriks yang
dihasilkan bila operasi baris yang sama ini dilakukan pada A.
|
Operasi baris pada I
yang menghasilkan E
|
Operasi baris pada E
yang menghasilkan I
|
Kalikanlah baris I dengan c ≠ 0.
|
Kalikanlah baris I
dengan
|
Pertukarkan baris I dan baris j.
|
Pertukarkan baris i dan baris j.
|
Tambahkan c kali baris
I ke baris j.
|
Tambahkan – c kali
baris i ke baris j.
|
Operasi-operasi
d ruas kanan dari tabel ini dinamakan operasi invers dari operasi-operasi
yang bersesuaian di ruas kiri.
Teorema :
Setiap matriks elementer dapat dibalik,
dan inversnya adalah juga matriks elementer.
|
Bukti. Jika E adalah matriks elementer, maka E dihasilkan dari peragaan operasi baris pada I. Misalnya Eo adalah
matriks yang dihasilkan bila invers operasi ini diterapkan pada I. Baris invers akan saling meniadakan
efek satu sama lain, maka diperoleh
EoE = I dan EEo
= I
Jadi, matriks elementer Eo adalah invers dari E.
A
I = I A-1
Contoh
:
A = A-1
= . . . ?
Jawab :
Baris
ke 2 dikurang 2 kali baris pertama dan baris ke 3 dikurang 4 kali baris
pertama untuk mendapatkan nol.
|
A
I =
Baris
ke 2 ditukar baris ke3.
|
=
Baris
ke 3 dikalikan – baris ke 3, untuk mendapatkan 1 utama.
|
=
Baris
ke 3 dikurangi baris ke 2 untuk mendapatkan nol.
|
=
=
I A-1
2.5
HASIL SELANJUTNYA
MENGENAI SISTEM PERSAMAN DAN KETERBALIKAN
Teorema
13 : Jika A adalah matriks n x n yang
dapat dibalik,maka untuk setiap matriks B yang berukuran n x 1, sistem
persamaan AX = B mempunyai persis satu pecahan, yakni, X = A-1 B.
|
AX = B → X = → I . B = B
A .
= B
A . X
= B
X = A-1
. B
X . A = B
X . . . ?
Jawab:
B . I = B
.
A = B
X . A = B
X = B . A-1
BAB III
VEKTOR-VEKTOR DI RUANG - 2 DAN RUANG
- 3
3.1
VEKTOR (GEOMETRIK)
B
|
A
|
u
|
Vektor AB atau vektor u
A adalah titik awal (intial point)
B adalah titik terminal (terminal point)
D
|
C
|
B
|
A
|
u
|
v
|
Vektor Ekivalen
u ekivalen v
Apabila
arah dan panjangnya sama.
Jadi
u = v
v
|
w
|
w
|
v
|
Penjumlahan Vektor
v + w = w + v
·
Vektor Nol
0
u
|
-u
|
+
v = v + 0 = v
·
Vektor Negatif
-w
|
v
|
w
|
-w
|
v - w
|
v + (-v) = 0
·
Pengurangan Vektor
v – w = v + (-w)
·
Komponen vektor di Ruang-2
u = (u1, u2)
v = (v1, v2)
·
Komponen vektor di Ruang-3
u = (u1, u2, u3)
v = (v1, v2, v3)
Ruang-2
|
Penjumlahan
u + v = (u1, u2) + (v1, v2)
=
(u1 + v1, u2 + v2)
u + v = (u1 + v1, u2 + v2,
u3 + v3) Ruang-3
Contoh:
Jika v = (1, -2) dan w = (7,
6) maka v + w = ?
Jawab:
v + w = (1, -2) +
(7, 6)
=
(1 + 7, -2 + 6)
=
(8, 4)
·
Ruang-2
|
Pengurangan
u – v = (u1, v1) – (u2,
v2)
=
(u1 – v1, u2 – v2)
u – v = (u1 – v1, u2 – v2,
u3 – v3) Ruang-3
Contoh:
Jika u = (7, 6) dan v = (3,
2), maka u – v = ?
Jawab:
u – v = (7, 6) –
(3, 2)
=
(7 – 3, 6 – 2)
z
|
x
|
y
|
v
|
P
(-2, 3, 4)
|
= (4, 4)
·
Gambar titik P (-2, 3, 4)
3.2
NORMA VEKTOR, ILMU HITUNG VEKTOR
Teorema
1. Jika u, v, dan w adalah vector-vektor di ruang-2 atau ruang-3 dan k serta
l adalah scalar, maka hubungan berikut akan berlaku.
(a) u + v = v + u
(b) (u + v) + w = u +(v + w)
(c) u + 0 = 0 + u = u
(d) u + (-u) = 0
|
(e) K(lu) =
(kl)u
(f) K(u + v) =
ku +kv
(g) (k+l)u = ku
+ lu
(h) 1u = u
|
Panjang
sebuah vector v sering dinamakan norma v dan dinyatakan dengan .
Jelaslah dari teorema phytagoras bahwa norma vector v = (v1, v2)
di ruang-2 adalah
Misalkan
v = (v1, v2, v3) adalah vector ruang-3. Dengan
menggunakan gambar 3.16 dan dua penerapan phytagoras, maka kita dapatkan
Z
|
x
|
P(V1,
V2, V3)
|
y
|
0
|
R
|
Q
|
S
|
Jika dan adalah dua titik di ruang-3, maka jarak d
diantara kedua titik tersebut adalah norma vector P1P2 ,
karena
Maka jelas bahwa
3.3 HASIL
KALI TITIK, PROYEKSI
Pada bagian ini kita perkenalkan
semacam perkalian vektor di ruang-2 dan ruang-3. Sifat-sifat ilmu hitung
perkalian ini akan ditentukan dan beberapa penerapannya akan diberikan.
Misalnya u dan v adalah dua vektor taknol di ruang-2
dan ruang-3,dan anggaplah vektor-vektor ini telah dilokasikan sehingga titik
awalnya berimpit. Yang kita artikan dengan sudut
di antara u dan v, dengan sudut θ
yang ditentukan oleh u dan v yang memenuhi 0 ≤ θ ≤ Ï€
u
|
v
|
θ
|
θ
|
u
|
v
|
Definisi : Jika u dan v adalah vektor-vektor
di ruang-2 atau ruang-3 dan θ adalah sudut di antara u dan v, maka hasil kali
titik (dot product) atau hasil kali dalam Euclidis (Euclidean inner product)
u • v didefinisikan oleh
|
v
|
u
|
θ
|
Misalkan
u = (u1, u2, u3) dan v = (v1, v2, v3) adalah dua vektor
taknol. Jika, seperti pada gambar dibawah, θ adalah sudut di antara u dan v, maka hukum cosinus menghasilkan.
z
|
xx
|
y
|
u
|
v
|
P (u1, u2, u3)
|
Q (v1, v2, v3)
|
θ
|
Karena
= v
– u, maka dapat kita tuliskan
kembali sebagai
atau
Dengan
mensubstitusikan
dan
Maka setelah menyederhanakannya akan kita
dapatkan
Jika u
= (u1, u2) dan v = (v1, v2) adalah dua vektor di ruang-2, maka
rumus yang bersesuaian adalah
Jika
u dan v adalah vektor taknol, maka rumus di atas dapat kita tulis
Teorema berikut ini memperlihatkan
bagaimana hasil kali titik dapat digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai
sudut diantara dua vektor; teorema ini juga menghasilkan hubungan penting di
antara norma dan hasil kali titik.
Teorema
2
Misalkan
u dan v adalah vektor di ruang-2 atau ruang-3.
a) v • v = ; yakni,
=
b)
Jika u dan v adalah vektor-vektor taknol dan θ adalah sudut di antara kedua
vektor tersebut, maka
θ
lancip jika dan hanya jika u • v > 0
θ
tumpul jika dan hanya jika u • v < 0
θ
= Ï€/2 jika dan hanya jika u • v = 0
|
Vektor tegaklurus
disebut juga vektor ortogonal. Pada teorema di atas, dua vektor taknol adalah
tegaklurus jika dan hanya jika hasil kali titiknya adalah nol.
Jika kita sepakat
menganggap u dan v agar tegaklurus maka salah satu atau
kedua vektor ini haruslah 0, karenanya kita dapat menyatakan tanpa kecuali
bahwa baik vektor u maupun v akan ortogonal jika dan hanya jika u • v = 0.
Teorema
3
Jika
u, v dan w adalah
vektor-vektor di ruang-2 atau ruang-3 dan k
adalah skalar, maka
a)
u • v = v • u
b)
u • (v + w) = u • v + u • w
c)
k(u • v) = (ku)
• v = u • (kv)
d) v • v > 0 jika v ≠ 0 dan v • v = 0 jika v = 0
|
Jika u
dan a ditempatkan sedemikian rupa
maka titik awalnya akan menempati titik Q,
kita dapat menguraikan vektor u
sebagai berikut.
w1
|
Q
|
a
|
u
|
w2
|
w2
|
Q
|
a
|
u
|
w1
|
w2
|
Q
|
a
|
u
|
w1
|
Turunkanlah garis tegaklurus dari atas u ke garis yang melalui a, dan bentuklah vektor w1 dari Q ke alas garis yang tegaklurus tersebut. Bentuk selanjutnya akan
menjadi
w2
= u – w1
Sebagaimana ditunjukkan
pada gambar di atas, vektor w1
sejajar dengan a, vektor w2 tegaklurus dengan a, dan w1
+ w2 = w1 + (u – w1) = u
Vektor w1 tersebut kita namakan proyeksi
ortogonal u pada
a atau kadang-kadang kita namakan komponen
vektor u sepanjang
a. Hal ini kita nyatakan dengan
proyau
Vektor w2 kita namakan komponen
vektor u yang
ortogonal terhadap a. Karena
w2 = u – w1 maka
vektor ini dapat kita tulis sebagai
w2
= u – proyau
Teorema
4
Jika
u dan a adalah vektor-vektor di ruang-2 atau ruang-3 dan jika a ≠ 0, maka
(komponen vektor u
sepanjang a)
(komponen vektor u yang ortogonal terhadap a)
|
Bukti :
Misalkan w1 = proyau dan w2 = u – proyau.
Karena w1 sejajar dengan a, maka kita harus mengalikan skalar a, sehingga kita dapat menuliskan dalam
bentuk w1 = ka.
Jadi
u
= w1 + w2 = ka + w2
Dengan mengambil hasil
kali titik dari kedua sisi dengan a
maupun dengan menggunakan teorema 2 dan 3 akan menghasilkan
Namun
karena w2
tegaklurus kepada a, sehingga
persamaan di atas menjadi
Karena proyau = w1
= ka, kita dapatkan
Sebuah rumus untuk
panjang komponen vektor u sepanjang a dapat kita peroleh dengan menuliskan
=
=
(karena adalah sebuah skalar)
=
(karena > 0)
menghasilkan
BAB IV
PENUTUP
4.1
KESIMPULAN
Alangkah baiknya kita mengenal
Matematika dulu sebelum kita menganggap Matematika itu sulit, karena bila kita
telah mengenal Matematika dengan baik dan menikmati bagaimana Matematika itu
bekerja akan terasa bahwa Matematika itu tidaklah seburuk apa yang kita
pikirkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anton, Howard, Aljabar
Linear Jakarta: Erlangga, 1991.
Situs Internet:
www.google.com
www.wikipedia.com