Posted by : Nur'aini
Sabtu, 14 Oktober 2017
TUGAS
PSIKOLOGI PENDIDIKAN
(Guru
dan Proses Belajar Mengajar)
DOSEN
PENGAMPU: Saimun,
S.Ag, M.Si
DISUSUN OLEH :
NAMA :NUR’AINI
NIM :160103069
KELAS :II.C
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN
TADRIS MATEMATIKA
IAIN
MATARAM
A. Hubungan
Guru Dengan Proses Mengajar-Belajar
Berikut ini akan dibahas beberapa hal
pokok mengenai hubugan antara guru dengan proses mengajar-belajar. Hal-hal
pokok tersebut meliputi :
1) konsep dasar PMB;
2) fungsi guru dalam PMB; dan
3) posisi guru dalam PMB.
1. KONSEP
DASAR PROSES MENGAJAR-BELAJAR
Hal-hal yang termasuk
dalam pembahasan konsep dasar PMB ini meliputi 1) definisi dan komunikasi dalam
PMB; 2) strategi pengelolaan PMB; dan 3) sasaran kegiatan PMB.
A. Definisi
dan Komunikasi dalam Proses Mengajar-belajar
Pada
umumnya para ahli sependapat bahwa yang disebut PMB (proses mengajar-belajar)
ialah sebuah kegiatan yang integral (untuh terpadu) antara siswa sebagai
pelajar yang sedang belajar dengan guru sebagai pengajar yang sedang belajar.
Dalam kesatuan kegiatan ini terjadi interaksi resiprokal yakni hubungan guru
dengan para siswa dalam situasi instruksional, yaitu suasana yang bersifat
pengajaran.
Para
siswa, dalam situasi instruksional itu menjalani tahapan kegiatan belajar
melalui interaksi dengan kegiatan tahapan belajar mengajar yang dilakukan guru.
Namun, dalam proses mengajar-belajar masa kini disamping guru menggunakan
interaksi resiprokal, ia juga dianjurkan memanfaatkan konsep komunikasi banyak
arah untuk menciptakan suasana pendidikan yang kreatif, dinamis dan dialogis
(pasal 40 ayat 2a UU Sisdiknas 2003)
Jadi,
disamping para siswa melakukan proses belajar dalam suasana komunikasi dua
arah, seyoginya mereka juga dapat melakukannya dalam suasana komunikasi
multiarah. Dalam model 12 ini hubungan tidak hanya terjadi antara seorang guru
dengan siswa dan sebaliknya, tetapi juga antara siswa dengan siswa-siswa
lainnya.
Selanjutnya
kegiatan PMB selayaknya dipandang sebagai kegiatan sebuah system yang memproses
input, yakni para siswa yang diharapkan terdorong secara intrinsic untuk
melakukan belajar aneka ragam materi pelajaran yang disajikan dikelas. Hasil
yang diharapkan dari PMB tersebut adalah output berupa para siswa yang telah
mengalami perubahan positif baik dimensi ranah cipta, rasa, maupun karsanya, sehingga
cita-cita mencetak sumber daya manusia (SDM) yang berkualitaspun tercapai.[1]
B. Sasaran
Kegiatan Mengajar-Belajar
Setiap
kegiatan mengajar-belajar, apapun materinya selalu memiliki sasaran (target).
Sasaran, yang juga lazim disebut tujuan itu pada umumnya tertulis, Walaupun ada
juga sasaran tidak tertulis yang dikenal dengan objective in mind.
Sasaran
yang dituju oleh PMB bersifat bertahap dan meliputi beberapa jenjang dari
jenjang yang konkret dan langsung dapat dilihat dan dirasakan sampai yang bersifat
nasional dan universal. Ditinjau dari sudut waktu pencapaiannya, sasaran PMB
dapat dikategorikan dalam 3 macam, yakni:
1. Sasaran-sasaran
jangka pendek, seperti TPK (Tujuan Pembelajaran Khusus)
2. Sasaran-sasaran jangka menengah, seperti tujuan pendidikan
dasar, yakni untuk mempersiapkan siswa mengikuti pendidikan menengah.
3. Sasaran-sasaran
jangka panjang, seperti tujuan pendidikan nasional.
Pada
prinsipnya, setiap guru hanya wajib bertanggung jawab atas terselenggaranya
proses mengajar-belajar vak atau bidang studi pegangannya. Tanggung jawab para
guru tidak terbatas pada pencapaian kecakapan-kecakapan tertentu yang dikuasai
oleh para siswa, tetapi lebih jauh lagi yakni mencapai tujuan-tujuan ideal.
Tujuan-tujuan idea meliputi:
1. Tujuan
pengembangan pribadi para siswa sebagai individu mandiri
2. Tujuan
pengembangan pribadi para siswa sebagai warga dunia dan makhluk Tuhan Yang Maha
Esa
Perumusan sasaran Proses
Mengajar-Belajar
Setiap guru bertanggung jawab menetapkan rumusan
sasaran pembelajaran baik yang khusus maupun yang umum (TPK dan TPU) sebagai
tujuan kegiatan PMB selesai. Adapun mengenai cara merumuskan tujuan yang hendak
dicapai itu adalah sebagai berikut.
Pertama,
guru hedaknya memilih dan menggunakan kata-kata yang mencerminkan perilaku
tertentu yang menjadi sasaran PMB. Sebagai contoh, untuk menggambarkan
indikator keberhasilan atau tujuan yang bersifat kognitif, guru menggunakan ungkapan:
“dapat menyebut kembali”, “dapat menjelaskan kembali” dan sebagainya.[2]
Kedua,
guru hendaknya merumuskan dan menetapkan kondisi-kondisi penting yang
berhubungan dengan perilaku hasil PMB. Misalnya kemampuan mendemontrasikan
keterampilan perilaku tertentu (terminal behavior) setelah siswa selesai
mengikuti PMB.
CONTOH
1. Setelah
siswa memahami surah Al-fatihah, ia dapat menulis kembali semua ayat yang
terdapat dalam surah tersebut
2. Setelah
mempelajari peta Negara Indonesia, siswa dpat menunjukkan kembali lokasi ibu
kota RI yang terdapat dalam peta buta.
Dalam
perumusan ini guru perlu mengungkapkan cara berprilaku dan tanggung waktu
(setelah berapa lama) antara kegiatan
PMB dan pengungkapan perilaku tersebut.
Ketiga,
guru hendaknya menetapkan batas kualifikasi minimal perilaku dan penampilan
atau kinerja (performance) yang dapat diterima. Dalam hal ini guru perlu mempertimbangkan
secara cermat murid yang dapat dinyatakan lulus atau berprestasi memadai dalam
mencapai tujuan yang diharapkan.
Contoh:
1. Setelah
guru menguraikan tafsir surah AL-Ikhlas, siswa dapat menyebutkan
kandungan-kandungan pokok yang terdapat dalam surah tersebut
2. Setelah
guru menjelaskan arti penting dan hikmah ibadah sholat, siswa menjadi terbiasa
bertutur kata sopan dan menolong kawan (Syah,1987)
C. Startegi
Perencanaan proses Mengajar-Belajar
Strategi menurut
pengertian bahasa (Inggris) adalah siasat, kiat atau rencana. Dalam pembahasan
mengenai PMB, strategi berarti prosedur atau langkah-langkah pelaksanaan
mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Sama halnya dengan strategi mengajar,
strategi PMB juga memerlukan alokasi upaya kognitif (pertimbangan akal) secara
cermat.[3]
Dalam PMB dikenal adanya garis-garis besar haluan sebagai
prosedur (tahap/langkah-langkah) untuk merealisasikan rencana pelaksanaan
kegiatan mengajar-belajar tersebut. Pada umumnya, para ahli pendidikan Newman
dan Legan (1971) mengemukakan empat langkah besar sebagai prosedur penyusun rencana
pengeolaan PMB. Langkah-langkah ini pada asasnya hanya merupakan “pendahuluan”
PMB yang akan diselenggarakan.
Pertama,
merumuskan dan menetapkan spesifikasi outpun (kekhususan dan tingkat keahlian
para lulusan) yang menjadi target yang hendak di capai dengan memperhatikan
aspirasi dan selera serta kebutuhan masyarakat yang memerlukan output tersebut.
Kedua,
mempertimbangkan dan
memilih cara atau pendekatan dasar (basic way) proses mengajar belajar yang
dipandang paling efektif untuk mencapai target tadi.
Ketiga,
mempertimbangkan
dan menetapkan langkah-langkah tepat yang akan ditempuh sejak titik awal hingga
titik akhir yakni tercapainya hasil PMB.
D. Faktor-faktor
yang memengaruhi Proses Mengajar-Belajar
Baik
buruknya situasi proses mengajar-belajar dan tingkatkat hasil pencapaian hasil
proses instruksional itu pada umumnya bergantung pada factor-faktor yang
meliputi : 1) karakteristik siswa; 2) karakteristik guru; 3) interaksi dan
metode; 4) karakteristik kelompok; 5) fasilitas fisik; 6) mata pelajaran; dan
7) lingkungan alam sekitar. Untuk memperjelas factor-faktor yang diutarakan
surya (1982) tadi, akan penyusun jelasnya rinciannya secara agak luas.
Pengaruh
Karakteristik Siswa
Dalam
proses mengajar-belajar, karakteristik (cirri khas) para siswa sangat perlu
diperhitungkan lantaran dapat memengaruhi jalannya proses dan hasil
pembelajaran siswa yang bersankutan. Diantara karakteristik siswa yang erat
kaitannya dengan PMB adalah:
1. Kematangan
mental dan kecakapan intelektual siswa ‘yang meliputi: kecerdasan umum (general
ability); bakat (specific intelektual ability); dan kecakapan ranah cipta yang
diperoleh lewat pengalaman belajar;
2. Kondisi
jasmani dan kecakapan ranah karsa siswa yang meliputi; kekuatan, kecepatan,
koordinasi antar anggota badan, dan sebagainya;
3. Karakteristik
ranah rasa siswa yang meliputi: tingkat minat belajar, jenis motivasi belajar
(intrinsic atau ekstrinsik), sikap terhadap guru dan mata pelajaran, dan
sebagainya.[4]
4. Kondisi
rumah dan status sosial ekonomi keluarga siswa yang meliputi: tingkat kehormatan
kedua orang tua, tata kelas menuang dan peralatan rumah, dan status atau kelas
sosial ekonomi (kelas atas, kelas menengah atau kelas bawah);
5. Usia
siswa yang berhubungan erat dengan penyesuaian tingkat kematangan dan
perkembangan psikofisik dengan tingkat kesulitan mata pelajaran yang dipelajari siswa;
6. Jenis
kelamin siswa y ang sering berkaitan dengan minat dan bakat umum yang berbeda
antara siswa laki-laki dan siswa perempuan. Siswa laki-laki lebih cenderung
terhadap sains dan tekhnologi, sedangkan siswa perempuan lebih cenderung
terhadap ilmu-ilmu sosial.
Pengaruh karakter guru
Karakteristik guru yang
erat kaitannya dengan PMB mencakupi:
1. Kecakapan
ranah karsa guru, seperti: tingkat kepasihan berbicara, tingkat kecermataan
menulis dan memeragakan keterampilan-keterampilan lainnya;
2. Jenis
kelamin guru yang berhubungan dengan bidang tugas yang di emban, umpamanya:
pengajaran bahasa dan kesenian akan lebih pas jika dilakukan oleh wanita,
walaupun sebenarnya tidak mutlak;
3. Keas
siswa yang berhubungan dengan minat dan sikap guru terutama terhadap
profesinya. Guru yang berasal dari strata sosial menengah kebawah relative
lebihb positif dan bangga menjadi guru dibandingkan dengan guru yang berasal
dari sastra sosial yang tinggi.
Pengaruh interaksi dan
metode
Dalam setiap
proses mengajar-belajar di sekolah sekurang-kurangnya melibatkan empat komponen
pokok, yaitu: 1) individu siswa; 2) guru; 3) ruang kelas; dan 4) kelompok
siswa. Sema komponen ini sudah barang tentu memiliki karakteristik
sendiri-sendiri yang unik dan berpengaruh terhadap jalannya PMB
Muelalui
interaksi antara guru dengan siswa dan interaksi antar sesame siswa (komunikasi
dua arah dan multiarah) dalam PMB akan menimbulkan perubahan perilaku siswa
baik yang berdimensi ranah kursa.[5]
Pengaruh karakteristik kelompok
Karakteristik kesatuan
siswa yang dapat memeng aruhi jalannya PMB dan hasil belajar siswa adalah: 1)
jumlah anggota kelompok ; 2) struktur kelompok (jenis kelamin dan usia siswa
anggota); 3) sikap kelompok; 4) kekompakan anggota kelompok; dan 5)
kepemimpinan kelompok.
Pengaruh
Fasilitas Fisika
Fasilitas
(kemudahan) fisik yang memengaruhi jalannya PMB dan hasil-hasil yang akan
dicapai adalah:
1. Kemudahan
fisik yang ada di sekolah, seperti: kondisi ruang belajar/kelas; bangku; papan
tulis; laboratorium; perpustakaan dan perangkat fisik lainnya yang berhubungan dengan
kepentingan PMB;
2. Kemudian
fisik yang ada di rumah siswa, seperti: ruang dan meja belajar; lampu, rak buku
dan isinya, alat-alat tulis, ventilasi dan sebagainya.
Pengaruh mata pelajaran
Hubungan antara pembelajaran sebuah mata
pelajaran lain juga memengaruhi lancer atau tidaknya pelaksanaan PMB. Oleh
sebab itu, setiap bahan pembelajaran sayoginya ditata sedemikian rupa hingga
memenuhi syarat psikologis, ii bermakna bahwa guru menyusun satuan pelajaran
yang bersistematika logis sesuai dengan kemampuan siswa.[6]
Pengaruh
Lingkungan Luar
Faktor
lingkungan luar (kondisi lingkungan) yang mendorong kelancaran proses
belajar-mengajar, meliputi:
1. Lingkungan
sekitar sekolah, sepereti keadaan ligkungan sekolah, kondisi masyarakat sekitar
sekolah, situasi cultural sekitar sekolah, juga system pendidkan dan organisasi
serta administrasi sekolah
2. Lingkungan
sekitaar rumah siswa seperti: tetangga, fasilitas/saranaumum, starata sosial
masyarakat,dan situasi cultural.
B. Fungsi
Guru Dalam Proses Mengajar-Belajar
Pada
asanya, fungsi atau peran penting guru dalam PMB ialah sebagai “director of
learning” (direktur belajar). Artinya
setiap guru diharapkan untuk pandai-pandai mengarahkan kegiatan belajar siswa
agar mencapai keberhasilan belajar (kinerja akademik) sebagaimana yang telah
ditetapkan dalm sasaran kegiatan PMB.
Menurut
gagne, setiap guru berfungsi sebagai:
1. Designer of instruction
( perancang pengajaran);
2. Manager of instructon
(pengelola pengajaran);
3. Evaluator of student learning
(penilai prestasi balajar siswa).
A.
Guru sebagai Designer Of Instruction
Guru
sebagai designer of instruction
(perangcang pengajaran). Fungsi ini menghendaki guru untuk senantiasa mampu dan
siap marancang kegiatan mengajar-belajar yang berhasil guna dan bergaya guna.
Untuk
merealsasikan fungsi tersebut, maka setiap guru memerlukan pengetahuan yang
memadai mengenai prinsip-prinsip belajar. Rancangan tersebut meliputi hal-hal
sebagai berikut.
1. Memilih
dan menentukan bahan pelajaran;
2. Merumuskan
tujuan penyajian bahan pelajaran;
3. Memilih
metode penyajian bahan pelajaran yang tepat;
4. Menyelenggarakan
kegiatan evaluasi prestasi belajar.
B.
Guru Sebagai Manager Of Intruction
Guru
sebagai Manager Of Intruction, artinya sebagai pengelola pengajaran. Fungsi ini
menghendaki kemampuan guru dalam mengelola (menyelenggarakan dan mengendalikan)
seluruh tahapan proses mengajar-belajar.
C.
Guru Sebagai Evaluator Of Student
Learning
Guru Sebagai Evaluator Of Student
Learning, yakni sebagai penilai hasil belajar siswa. Fungsi ini menghendaki
guru untuk senantiasa mengikuti perkembangan taraf kemajuan prestasi belajar
atau kinerja akademik siswa dalam setiap kurun waktu pembelajaran.[7]
A. Surat al-Kahfi ayat 60-71
Artinya:
60.
dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan
berhenti (berjalan) sebelum sampai ke Pertemuan dua buah lautan; atau aku akan
berjalan sampai bertahun-tahun".
61.
Maka tatkala mereka sampai ke Pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan
ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu.
62.
Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya:
"Bawalah kemari makanan kita; Sesungguhnya kita telah merasa letih karena
perjalanan kita ini".
63.
Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mecari tempat berlindung di
batu tadi, Maka Sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak
adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu
mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali".
64.
Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". lalu keduanya kembali,
mengikuti jejak mereka semula.
65.
lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah
Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan
kepadanya ilmu dari sisi Kami.
66.
Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu
mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan
kepadamu?"
67.
Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar
bersama aku.
68.
dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang hal itu?"
69.
Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang
sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun".
70.
Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, Maka janganlah kamu menanyakan
kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya
kepadamu". (Qs.
Al- Kahfi [18]: 60-70).[8][4]
C. Posisi
DaN Ragam Guru Dalam Proses Belajar-Mengajar
A. Posisi
guru dalam proses mengajar-belajar
Menurut
Claife (1976) guru adalah = … an outhority in the disciplines relevan to
education, yakni pemegang hak otoritas atas cabang-cabang ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan pendidikan.
Sehubungan
dengan hal itu, rangkaian tujuan dan hasil yang harus dicapai guru, terutama
belajar, membangkitkan belajar siswa. Dengan kegiatan siswa diharapkan berhasil
mengubah tingkah lakunya sendiri kearah yang lebih maju dan positif.
B. Rgam
guru dalam proses mengajar-belajar
Berdasarkan
hasil riset mengenai gaya penampilan dan kepemimpinan para guru dalam mengelola
PMB, ditemukan tiga ragam guru yakni: otoriter, laissez-faire dan demokratis.
Tetapi, Barlow (1985) mengemukakan satu lagi yaitu otoritatif. Penjelasan
mengenai ragam-ragam guru ini adalah sebagai berikut.
Pertama,
guru otoriter(authoratian). Secara harfiah otoritar berarti berkuasa sendiri
atau sewenang-wenang. Dalam PMB, guru yag otoriter selalu mengarahkan dengan
keras segala aktifitas para siswa tanpa ditawar-tawar. Kebanyakan guru yang
otoriter dapat menyelesaikan tugas keguruannya secara baik, dalam arti sesuai
dengan rencana. Namun guru semacam ini sangat sering menimbulkan kemarahan dan
kekesalan para siswa khusunya siswa pria.
Kedua,laissez-faire
(sebut: lezei fee), padanannya adalah individualism (paham yang menghendaki
kebebasan pribadi). Guru yang berwatak seperti ini biasanya gemar mengubah arah
dan cara pengelolaan PMB secara seenaknya, sehingga menyulitkan siswa dalam
menyiapkan diri.
Ketiga,
guru demokratis (democratic). Arti demokrasi adalah bersifat demokrasi yang
pada intinya mengandung makna memperhatikan persamaan hak dan kewajiban semua
orang. Guru yang memilii sifat ini pada umumnya dipandang sebagai guru yang
paling baik dan ideal.
Keempat,
guru yang otiratatif (authoritative). Otoritatif berarti berwibawa karena
adanya kewenangan baik berdasarkan kemampuan maupun kekuasaan yang diberikan.
Guru yang otoritatif adalah guru yang memiliki dasar-dasar pengetahuan yang
memadai baik pengetahuan bidang study maupun pengetahuan umum.[9]
Menurut teori konstruktivism yang dikembangkan oleh Von
Glasserfeld, pembentukan pengetahuan seseorang dilakukan sendiri oleh
orang itu dan bukan oleh guru, sehingga para guru hanya bisa mendorong para
siswa agar aktif dalam pembelajaran untuk membentuk pengetahuannya sendiri.
Doronga para guru sangat memicu dan memacu para Siswa aktif dan giat belajar.
Fungsi guru dalam kelas bukan mengajari namun kehadiran guru
membuat siswa belajar sehingga fungsi guru tidak mengajar namun lebih pada
empat fungsi yang haRus difahami oleh guru yaitu :
- Menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif, kereatif, menciptakan berbagai kiat dan model penyampaian materi pembelajaran, membuat suasana pembelajaran menjadi menarik.
- Membangkitkan motivasi para siswa agar lebih aktif dan giat dalam belajar.
- Membimbing dan memberikan kemudahan bagi siswa dalam pembelajaran, sehingga proses pembelajaran menjadi berkualitas.
- Memimpin pembelajaran, juga sebagai tempat bertanya bagi para siswa.
Dengan guru melaksanakan fungsinya
seperti ini akan mendorong siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Keaktifan
siswa tersebut akan meningkatkan mutu pendidikan dan penguasaan ilmu
pengetahuan dan keterampilan. Siswa diajak dan ditekankan kepada learning how
to learn. Pemahaman ini akan sangat mendorong para siswa terus mencari ilmu
pengetahuan sehingga dapat terbentuk long life learning.
Dalam standar nasional pendidikan
pasal 28 dikemukakan bahwa pendidik sebagai agen pembelajaran harus
berkualifikasi akademik dan kompetensi. sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujan pendidikan nasional. Selanjutnya
dalam penjelasan dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan pendidik sebagai agen
pembelajaran adalah peran pendidik antara lain sebagai fasilitator, motivator,
pemacu, pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik. Disamping itu juga dapat
ditambahkan sebagai pengawas dan evaluator dalam proses pembelajaran
siswa.
Tugas guru tidak hanya menyampaikan
informasi kepada siswa, tetapi harus menjadi fasilitator yang bertugas
memberikan kemudahan belajar kepada seluruh siswa, agar mereka dapat belajar
dalam suasana yang menyenangkan, gembira, penuh semangat, tidak cemas dan
berani mengemukakan pendapat secara terbuka. Untuk kepentingan tersebut perlu
dikondisikan lingkungan belajar yang kondusif dan menantang rasa ingin tahu
siswa, sehingga proses pembelajaranakan berlangsung secara efektif.[10]
fungsi guru adalah memberikan surport kepada siswa-siswa
agar belajar dengan sungguh-sungguh demi masa depannya. Guru memberikan penguat
baik yang bersifat positif (Positive Reinforcement) maupun yang bersifat
negatif (Negative Reinforcement). Penguat positif berupa pemberian pujian dan
hadiah terhadap siswa. Siswa yang berperestasi baik diberikan hadiah sebagai
penghargaan atas usahanya. Sedangkan siswa yang berprilaku baik diberikan
pujian, sehingga dengan demikian pada diri siswa tertanam nilai prilaku untuk
berbuat baik. Penguat negatif berupa hukuman (Punishment) ataupun pembatalan
terhadap sesuatu yang telah diberikan ( Ekstention). bilamana siswa
melakukan prilaku-prilaku yang menyimpang dalam belajar seperti menyontek,
tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru, maka guru perlu memberikan hukuman
agar prilaku itu tidak diulangi lagi.Sedangkan pembantalan adalah penarikan
kembali suatu penghargaan atau keputusan yang telah diberikan kepada siswa
karena mengetahui apa yang dilakukan siswa tersebut ternyata tidak benar.
Sebagai contoh misalnya membatalkan hasil ujian yang telah diumumkan karena
mengetahui bahwa ternyata siswa bekerja sama dalam menjawab soal ujian tersebut.
Sebagai pemicu guru harus mampu melipat gandakan potensi
siswa dan mengembangkannya sesuai dengan aspirasi dan cita-cita mereka di masa
yang akan datang. Hal ini sangat penting karena guru sangat berperan dalam
membantu perkembangan siswa untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal.
Dalam mengembangkan potensi dan kemampuan siswa dalam
kegiatan belajar mengajar melalui penyampaian materi pelajaran, guru harus
mampu menyampaikan materi pelajaran secara jelas dan dapat difahami siswa.Untuk
itu terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan guru pembelajaran sebagai
berikut:
1.
Membuat
ilustrasi : pada dasarnya ilustrasi menghubungkan sesuatu yang sedang
dipelajari siswa dengan sesuatu yang telah diketahuinya, dan pada waktu yang
sama memberikan tambahan pengalaman kepada mereka.
2.
Mendifinisikan
: meletakan sesuatu yang dipelajari secara jelas dan sederhana, dengan
menggunakan latihan dan pengalaman serta pengertian yang dimiliki siswa.
3.
Menganalisa
: membahas masalah yang telah dipelajari bagian demi bagian.
4.
Mensentisis
: mengembalikan bagian-bagian yang telah dibahas ke dalam suatu konsep yang
utuh sehingga memiliki arti, hubungan bagian yang satu dengan yang lain nampak
jelas, dan setiap maslah itu tetap berhubungan dengan kseluruhan yang lebih
besar.
5.
Bertanya
: mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berarti dan tajam agar pa yang
dipelajari menjadi lebih jelas.
6.
Merespon
: mereaksi dan menanggapi pertanyaan siswa. Pembelajaran akan lebih efektif,
jika guru dapat merespon setiap pertanyaan siswa.
7.
Mendengarkan
: memahami siswa, dan berusaha menyederhanakan setiap masalah, serta
membuat kesulitan nampak jelas baik bagi guru mayupun siswa.
8.
Menciptakan
kepercayaan : siswa akan memberikan kepercayaan terhadap keberhasilan guru
dalam pembelajaran dan pembentukan kompetensi dasar.
9.
Memberikan
pandangan yang bervariasi : melihat bahan yang dipelajari dari berbagai sudut
pandang dan melihat masalah dalam kobinasi yang bervariasi.
10.
Menyediakan
media untuk mengkaji materi standar : memberikan pengalaman yang bervariasi
melalui media pembelajaran dan sumber belajar yang berhubungan dengan materi
standar.
11.
Menyesuaikan
metode pembelajaran : menyesuaikan metode pembelajaran dengan kemampuan dan
tingkat perkembangan siswa serta mengubungkan materi baru dengan sesuatu yang
telah diketahui oleh siswa.[11]
Sebagai pemberi inspirasi
belajar, guru harus mampu memerankan diri dan memberikan inspirasi bagi siswa,
sehingga kegiatan belajar dan pembelajaran dapat membangkitkan berbagai
pemikiran, gagasan dan ide-ide baru.Sebagai pemberi inspirasi, guru dapat
memerankan diri sebagai pembawa cerita. Dengan cerita-cerita yang menarik
diharapkan dapat membangkitkan berbagai inspirasii siswa.Cerita adalah cermin
yang bagus dan merupakan innstrumen pengukur. Dengan cerita manusia bisa
mengamati bagaimana memecahkan masalah yang sama dengan yang dihadapinya,
menemukan gagasan dan kehidupan yang nampak diperlukan oleh manusia lain yang
bisa disesuaikan dengan kehidupan mereka, belajar untuk menghargai kehidupan
sendiri setelah membandingkan dengan apa yang telah mereka baca tentang
kehidupan manusia di masa lalu.Guru berusaha mencari cerita untuk membangkitkan
gagasan kehidupan di masa mendatang.Sebagai pendengar siswa dapat
mengidentifikasi watak-watak pelaku yang ada dalam cerita, dapat secara
obyektif menganalisa, menilai manusia, kejadian-kjadian dan pikiran-pikiran.
Siswa dapat menjadikan tokoh-tokoh dalam cerita sebagai idiola yang menjadi
pendorong baginya untuk mengejarnya mimpi-mimpinya,untuk mengapai cita-citanya.Guru
sebagai pengawas maka fungsi guru adalah mengontrol prilaku-prilaku siswa
agar tidak menyimpang dari aturan aturan dalam belajar atau sekolah. Bilamana
prilaku siswa menyimpang dari aturan-aturan sekolah maka siswa tersebut perlu
diberikan nasehat-nasehat dan arahan-arahan agar tidak melakukan hal seperti
itu lagi. Sebagai contoh misalnya siswa sering tidak masuk sekolah,tidak
mengerjakan tugas yang diberikan guru, maka siswa tersebut perlu dipanggil dan
ditanyakan sebab-sebabnya selanjutnya diarahkan agar tidak melakukan perbuatan
seperti itu lagi, sehingga dengan demikian siswa diharapkan kembali pada proses
pembelajar yang benar.Guru sebagai evaluator, maka fungsi guru adalah
menilai perkembangan hasil belajar siswa. Guru karena tanggung jawabnya
berkewajiban untuk mengetahui perkembangan belajar siswa melalui
proses penilaian, sehingga siswa yang belum berhasil, perlu dibantu dan
dicari cara-cata yang tepat dalam mengatasi kesulitan belajarnya sehingga
hasil belajar mereka meningkat. Kesulitan belajar yang dialami oleh siswa bisa
berasal dari kemampuan akademiknya seperti lamban dalam menangkap pelajaran,
dan bisa juga berasal dari cara-cara mengajar guru yang kurang profesional.
Hasil belajar siswa rendah mungkin disebabkan strategi dan metode mengajar guru
yang kurang tepat. Guru dalam mengajar tidak memberikan contoh-contoh yang
kongrit yang mudah difahami oleh siswa misalnya contoh yang berasal dari
kehidupan siswa sehari-hari. Guru mengajar tidak menggunakan alat peraga atau
media yang tidak sesuai dengan materi pelajaran yang diajarkan. Guru
tidak memberikan latihan atau pekerjaan rumah kepada siswa baik dalam bentuk
tugas individual maupun tugas kelompok untuk mendorong siswa belajar mendalami
materi pelajaran yang sudah disampaikan oleh guru di kelas.[12]Guru
bisa mengevaluasi ketidak berhasilan siswa dalam belajar melalui kegagalannya
dalam menerapkan startegi dan metode mengajar dikelas melalui proses
indentifikasi masalah yang dirasakan oleh guru melalui refleksi diri sepanjang
proses pembelajaran yang dilakukannya di kelas.Berdasarkan evaluasi diri ini
guru dapat memperbaiki program pembelajaran yang dirancangnya dan
menerapkannya dalam proses pembelajaran di kelas. Guru dapat melakukan evaluasi
kemball apakah program pembelajaran yang sudah diperbaikinya dan dilaksanakannya
di kelas itu telah berhasil, melalui hasil evaluasinya terhadap kemajuan
belajar siswa.Bilamana guru mampu menjalankan fungsinya, sebagaimana diuraikan
di atas, maka dapatlah diharapkan bahwa proses pendidikan yang dilakukan oleh
guru di sekolah akan mampu menghasilkan siswa-siswa yang berprestasi,
educated dan bermoral.[13]
DAFTAR PUSTAKA
Endin Nasrudin, (2008), Psikologi
Pembelajaran, Sukabumi: STAI Sukabumi Publishing.
Muhibbin Syah, (2010) Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Oemar Hamalik,( 2001) Proses
Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Bumi Aksara
Sardiman A.M., (2001) Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Udin S. Winata Putra, (2008), Teori
Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Universitas Terbuka.
Zakiah daradjat, (1982), Kepribadian
Guru, Jakarta: Bulan Bintang